Pentingnya Ilmu Takhrij Hadis dan Manfaatnya

MAHADALYASSUNNIYYAH.AC.ID, Kencong.

Ilmu takhrij hadits merupakan cabang keilmuan yang terus berkembang hingga saat ini, ilmu ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam menentukan dan menjaga keotentikan sebuah hadis sebagai sumber hukum bagi umat Islam. Mentakhrij hadis, yakni meneliti hadis di semua sumber-sumber aslinya, merupakan hal yang sangat penting dan ada beberapa manfaat yang akan kita dapatkan, diantaranya yaitu,

مَعْرِفَةُ دَرَجَةِ الْحَدِيْثِ

 

“Mengetahui derajatnya hadits”

 

Derajat hadis disini adalah status kesohihan, kedhoifan atau kemaudhu’an suatu hadits. Hal ini merupakan manfaat yang paling penting dan menonjol dari mentakhrij hadis. Sisi kesohihan, kedhoifan atau kemaudhu’an suatu hadis bisa diketahui dengan beberapa hal, diantaranya:

 

1. Keberadaan hadis yang ada dalam Sohih al Bukhori dan Sohih Muslim, bisa dipastikan sohih.

 

2. Berpedoman pada derajat hadis yang sudah dicetuskan para pengkritik hadis (naqqadul hadiss).

 

3. Keberadaan hadis dalam kitab yang secara khusus mengumpulkan hadits-hadiss maqbul (diterima) atau mardud (ditolak), seperti kitab Sohih Ibn Khuzaimah yang berisi hadis-hadis maqbul dan Kitab Al-Maudhu’at karya Ibnul Jauzi yang berisi hadis-hadis mardud.

 

4. Berpedoman kepada sanad hadis dan mengkajinya sesuai ilmu Dirasah Asanid dan Al-Jarh wat Ta’dil bagi yang menguasainya.

 

Manfaat kedua adalah

مَعْرِفَةُ فِقْهِ الْحَدِيْثِ

 

Mengetahui kandungan fikih hadis, yaitu dengan cara:

 

1. Memperhatikan dan mengamati pengelompokan hadiss-hadis yang ditakhrij dalam bab-bab fikih yang dilakukan oleh para imam hadis.

 

2. Memperhatikan dan mengamati kutipan madzhab-madzhab ulama pada hadis tersebut dalam sumber-sumber aslinya, seperti yang sering dilakukan oleh Imam At Tirmidzi.

 

Manfaat ketiga adalah

 

الْوُقُوْفُ عَلَى كَلَامِ أَئِمَّةِ الْحَدِيْثِ فِيْ نَقْدِ الرِّجَالِ وَ الْحَدِيْثِ

“Menemukan dan menjadikan pedoman pernyataan imam-imam hadis dalam hal kritik mereka terhadap perowi-perowi dan penilaian terhadap hadits”

 

Diantara imam hadis yang sering memberikan kritiknya kepada perowi dan juga sering memberikan penilaian status hadis dalam kitabnya adalah Imam At Tirmidzi. Ini kerap kali dilakukan oleh Imam At Tirmidzi setelah dirinya menyebutkan satu hadis beserta sanadnya secara lengkap dalam kitabnya Sunan At Tirmidzi.

 

Manfaat keempat adalah

 

تَقْوِيَّةُ الْحَدِيْثِ الضَّعِيْفِ

“Menguatkan hadis yang lemah”

 

Terkadang ada hadis statusnya adalah do’if Namun setelah takhrij dilakukan maka kita akan menemukan hadis-hadis lain yang menjadi mutabi’ dan syahidnya sehingga hadis dho’if tersebut bisa menjadi kuat dan berstatus hadis hasan lighoirihi.

 

Manfaat kelima adalah

مَعْرِفَةُ الْخَلَلِ الْوَاقِعِ فِي الْأَسَانِيْدِ نَتِيْجَةَ التَّصحِيْفِ وَ التَّحْرِيْفِ

“Mengetahui kecacatan yang terjadi pada sanad-sanad hadis disebabkan adanya tashif dan tahrif”

 

Tashif adalah perubahan titik-titik satu huruf atau beberapa huruf suatu sanad atau matan hadis namun bentuk khot atau tulisan lafadznya tidak mengalami perubahan. Sedangkan tahrif adalah perubahan susunan huruf suatu kalimat, baik dalam sanad ataupun matan.

 

Manfaat keenam adalah

تَعْيِيْنُ الْمُبْهَمِ مِنَ الروَاةِ وَ تَمْيِيْزُ الْمُهْمَلِ مِنْ رُوَاةِ الْإِسْنَادِ

 

“Memperjelas (menta’yin) perowi-perowi mubham/samar dan membedakan para perowi muhmal”

 

Perowi mubham adalah perowi yang tidak disebutkan namanya dalam sanad, seperti kalimat رَجُلٌ atau فُلَانٌ. Dengan melakukan takhrij maka bisa terungkap siapa nama dari perowi mubham tersebut.

 

Sedangkan perowi muhmal adalah perowi yang sebenarnya namanya sudah disebut dalam sanad namun tidak bisa dibedakan dengan perowi lainnya, alias ada kesamaan penyebutan nama.

 

Manfaat ketujuh adalah

تَحْدِيْدُ مَنْ لَمْ يُحَدَّدْ مِنْ رِجَالِ الْإِسْنَادِ

 

“Mengungkap nama perowi yang tidak lengkap dalam sanad”

Diantara yang kerap terjadi pada sanad hadis adalah seorang perowi namanya disebutkan tidak secara lengkap melainkan hanya nama kuniyahnya (nama berawalan Abu atau Ibnu) saja, atau laqobnya (julukan) saja atau nama nisbatnya (nama daerah atau sesuatu yang disinbatkan kepada seseorang) saja. Dengan bantuan takhrij, akan bisa diungkap siapa nama lengkapnya dan hal ini bisa membantu saat melakukan dirasah isnadnya.

 

Manfaat kedelapan adalah

الْوُقُوْفُ عَلَى التصْرِيْحِ بِالسمَاعِ فِيْ رِوَايَةِ الْمُدَلسِيْنَ أَوْ تَمْيِيْزُ رِوَايَةِ الْمُخْتَلِطِيْنَ

 

“Menemukan penegasan perihal mendengarnya perowi-perowi mudallis atau bisa membedakan periwayatannya perowi yang mengalami ikhtilat (perubahan hafalannya karena sebab-sebab tertentu)”

 

Mudallas atau Tadlis menurut definisi Syaikh Mahmud At Thahhan adalah menyembunyikan aib dalam sebuah sanad hadis dan hanya menampakkan yang baik-baik. Syaikh Mahmud menyebutnya dengan Ikhfa’u aibin fi al isnad, wa tahsin li zahirihi. Dengan dilakukan takhrij, maka aib yang tersamarkan tersebut akan bisa tampak dan bisa diketahui. Sedangkan Ikhtilath menurut Ibnu Hajar adalah buruknya daya hafalan seorang perawi hadis yang bisa bisa disebabkan oleh faktor usia. Ketika masih muda hafalannya bagus dan ketika sudah tua menjadi buruk.

 

Bisa juga karena kitabnya terbakar, istri atau anaknya meninggal atau karena hartanya dicuri. Maka, hukum hadis si perowi yang ikhtilath ini, Imam al-‘Iraqi mengatakan hukum perawi yang Ikhtilath tidak diterima dari hadis yang disampaikannya ketika dalam kondisi Ikhtilath, demikian juga yang tidak jelas dan membingungkan keadaaanya, sehingga tidak diketahui apakah dia meriwayatkan hadis sebelum atau setelah Ikhtilath.

 

Sedangkan yang diriwayatkannya sebelum Ikhtilath hadisnya bisa diterima, hanya saja hal itu dibedakkan dari perawi-perawi yang meriwayatkan dari mereka (Mukhtalathin), maka di antara mereka ada yang mendengar hadis darinya sebelum Ikhtilath saja, dan di antara mereka ada yang mendengar hadis darinya setelah ikhtilah itu terjadi pada dirinya saja dan di antara mereka ada yang mendengar hadis darinya dalam dua kondisi dan tidak bisa dibedakkan.

 

Dalam hal ini, takhrij sangat bermanfaat untuk mengetahui apakah seorang perowi menerima hadis dari gurunya sebelum sang guru mengalami ikhtilath atau setelahnya.

 

Wallaahu A’lam Bisshowab.

 

 

Ditulis oleh: Muhammad Hamdi, S.Sy, M.E Dosen Ilmu Takhrij dan Dirasah Asanid Ma’had Aly Assunniyyah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *