MAHADALYASSUNNIYYAH.AC.ID, Kencong.
Setelah menyelesaikan ritual ibadah di Baitil Maqdis bersama para nabi, ditampakkanlah kepada Rasulullah SAW sebuah Mi’raj atau Sullam (tangga) yang menuju ke arah langit, lantas beliau menaikinya untuk menuju ke langit. Yang perlu difahami disini adalah naiknya Rasulullah ke langit sudah tidak menggunakan buraq, melainkan menggunakan Mi’raj tadi. Sedangkan buraqnya diikat dipintunya Masjid Al Aqsha untuk nantinya dibuat perjalanan pulang ke Mekkah.
Hal ini sesuai dengan hadis sohih yang diriwayatkan Imam Muslim dari sahabat Anas bin Malik RA dari jalur beberapa perowi hadis yang tsiqah (adil dan hafalannya kuat), yakni Syaiban bin Farrukh, Hammad bin Salamah dan Tsabit Al Bunani, Rasulullah SAW bersabda :
أُتِيتُ بِالْبُرَاقِ وَهُوَ دَابَّةٌ أَبْيَضُ طَوِيلٌ فَوْقَ الْحِمَارِ وَدُونَ الْبَغْلِ يَضَعُ حَافِرَهُ عِنْدَ مُنْتَهَى طَرْفِهِ قَالَ فَرَكِبْتُهُ حَتَّى أَتَيْتُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ قَالَ فَرَبَطْتُهُ بِالْحَلْقَةِ الَّتِي يَرْبِطُ بِهِ الْأَنْبِيَاءُ قَالَ ثُمَّ دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ فَصَلَّيْتُ فِيهِ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ خَرَجْتُ فَجَاءَنِي جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام بِإِنَاءٍ مِنْ خَمْرٍ وَإِنَاءٍ مِنْ لَبَنٍ فَاخْتَرْتُ اللَّبَنَ فَقَالَ جِبْرِيلُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اخْتَرْتَ الْفِطْرَةَ ثُمَّ عَرَجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ …… إلى آخر الحديث
Artinya : “Didatangkan Buraq kepadaku, seekor hewan yang putih dan panjang, lebih besar dari himar dan lebih kecil dari bagal, ia menjatuhkan kakinya sejauh pandanganya, aku kendarai ia sampai ke Baitul Maqdis. Maka aku ikatkan buraq di pautan di mana nabi-nabi memautkan kendaraannya. Kemudian aku masuk ke masjid, lalu shalat dua rokaat, lalu aku keluar, tiba-tiba Jibril mendatangiku dengan wadah berisi arak dan wadah berisi susu, lantas aku memilih susu. Jibril berkata: engkau telah memilih fithroh (Islam), kemudian Jibril naik bersamaku ke langit….sampai akhir hadits.”(HR. Muslim)
Dengan menggunakan mi’raj Rasulullah mampu naik dari satu langit ke langit berikutnya hingga melewati langit ke tujuh. Dan setiap kali beliau mendatangi satu langit, beliau selalu bertemu hamba-hamba Allah yang terus menerus beribadah kepada Allah, serta bertemu dengan pembesar malaikat dan pembesar para nabi.
Al Hafidz Ibnu Katsir mengatakan :
وذكر أعيان من رآه من المرسلين كآدم في سماء الدنيا و يحيى و عيسى في الثانية و إدريس في الرابعة و موسى في السادسة على الصحيح و إبراهيم في السابعة مسندا ظهره إلى بيت المعمور الذي يدخله كل يوم سبعون ألفا من الملائكة يتعبدون فيه صلاة و طوافا ثم لا يعودون إليه إلى يوم القيامة
Artinya: “Dan nabi menyebut siapa-siapa saja para rasul yang beliau temui di langit, seperti nabi Adam di langit dunia (langit pertama), nabi Yahya dan Isa di langit kedua, nabi Idris di langit keempat, nabi Musa di langit keenam (menurut pendapat yang sohih), nabi Ibrahim di langit ke tujuh, nabi Ibrahim menyandarkan punggungnya di bait al ma’mur yang setiap harinya tujuh puluh ribu malaikat masuk ke dalamnya (bait al ma’mur), mereka beribadah di dalamnya, baik sholat atau thowaf, kemudian mereka tidak kembali ke bait al ma’mur lagi hingga hari kiamat.”
Kemudian baginda nabi melewati derajat, tingkatan dan posisi mereka semua, beliau sampai pada tingkatan yang melebihi mereka semua. Di tempat tertinggi tersebut beliau bisa melihat bentuk dari Malaikat Jibril yang sesungguhnya, mempunyai 600 sayap yang lebar antara dua sayap seperti luas antara langit dan bumi. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala :
وَلَقَدْ رَآهُ نزلَةً أُخْرَى (13) عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (14) عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى (15) إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى (16) مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى (17) لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى (18)
Artinya: “Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratilmuntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” ( QS An-Najm : 13-18)
Sumber: As Sirah An Nabawiyyah, Shohih Muslim, Syarah Nawawi ala Shohih Muslim
Penulis: Muhammad Hamdi, Dosen Ma’had Aly Assunniyyah Kencong Jember