MAHADALYASSUNNIYYAH.AC.ID, Kencong. Selama kurang Lebih 1 bulan menimba ilmu di Negeri Cleopatra Mesir, tepatnya di Darul al-Ifta’ al-Mishriyah, lembaga resmi Pemerintah Mesir yang berewenang dalam penyelesaian problematika masyarakat dari kaca mata syari’at, Akhmad Zaeni salah satu ustadz di Pesantren Assunniyyah Kencong Jember mendapat banyak pengalaman baru.
Pengalaman itu didapat Zaeni berkat keberhasilannya meraih beasiswa non degree dari Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) bersama puluhan peserta lainnya untuk belajar langsung disana bersama Ulama-ulama jempolan Al-Azhar University Kairo Mesir.
Tidak hanya pengalaman belajar dan melihat langsung metode pengambilan fatwa, bahkan pengalaman bisa melihat langsung bagaimana warga Mesir meminta Fatwa, dan bagaimana seorang Mufti memberi fatwa serta keindahan Mesir dengan banyaknya makam para Ulama yang diziqrahi yang ada disana seperti Imam Syafi’i, Imam As Syadzili, Imam As Syarqowi, Imam Ibnu Ato’illag As Sakandari dan masih banyak lagi lainnya.
Zaeni menceritakan, kegiatan akademik dilaksanakan setiap Ahad sampai Kamis setiap harinya atau 4 hari dalam seminggu dimulai pukul 09.00 sampai14.00 Waktu Mesir, dalam satu hari ada 3 sesi jam pelajaran, materi yang disampaikan Secara substansi terkait Manahijul Fatwa (Metode Pengambilan Fatwa), Tahlilul Fatawa (membahas ulang secara detail sebuah fatwa), Tahqiqul Manath (memahami secara mendalam realita sebuah asus) dan lain sebagainya.
“Banyak beberapa fakta menarik yang belum pernah kami dapatkan sebelumnya, misalnya yang paling populer mengenai masalah bunga bank, bagaimana seorang ulama Mesir menjelaskan dengan detail tentang konsep dan metode yang mereka gunakan sehingga membuahkan hasil bahwa bunga bank bukanlah riba, baik bank konvensional ataupun bank syariah,” ungkap pria yang juga wakil mudir Ma’had Aly Assunniyyah ini.
Dalam tema ini, lanjutnya, dirinya dan beberapa teman yang lain sangat tertarik untuk mendalami, bahkan setelah satu dosen selesai membahas tema tersebut, ada temannya yang meminta dosen lain untuk membahasnya lagi, dan setelah adanya diskusi panjang, ia dan temannya menerima argumen para Mufti tentang bolehnya bunga bank.
“Ada statement pamungkas dari sang Mufti, (البنك ضد الريا), lebih detailnya bisa dilihat fatwa tentang bunga bank di website Darul Ifta Mesir,” kagumnya.
Tak kalah menarik, ungkap Zaeni, tentang masalah hukum keluarnya perempuan dengan tanpa adanya mahram, ia mengaku ikut nenyanggah argumen Dosen yang membolehkan wanita boleh keluar sendiri tanpa mahram, tak hanya itu ia nenyodorkan satu argumen penguat yang diambil dari kitab Ianah at-thalibin yang disana diambilkan dari Hadist Riwayat Sayyidah Aisyah.
“Setelah diskusi juga, dosen mengatakan hal ini adalah masalah khilafiyah, alasan yang menjadi dasar ulama yang melarang adalah adanay Illat karena khawatir terjadi fitnah atau bahaya secara agama ataupun kenyataan bagi perempuan jika keluar tanpa mahram, namun apabila bahaya Itu sudah tidak ada karena adanya undang-undang negara yang mengatur keamanan, ada polisi, dan juga sudah banyak fakta perempuan kerja, wanita karir dan tidak terjadi masalah,” imbuhnya.
Maka jika illatnya tidak ada maka hukum bisa berubah, dan syariat itu tidak sesempit sebagaimana ibarat dalam Ianah at-thalibin, bahkan lebih luas dari apa yang ada di dawuhnya Sayyidah Aisyah.
Zaeni menjelaskan, banyak tema menarik yang didiskusikan dengan paraufti, para mufti tiddak main-main dalam melakukan proses Tahqiqul Manath, bahkan terkait masalah bunga bank sampai memerlukan waktu kurang lebih 8 tahun dengan beberapa kali mengundang pakar ekonomi, pimpinan bank dan profesional lainnya.
“Tidak kalah menarik adalah ketika lami diberi kesempatan untuk menyaksikan langsung mufti ketika sedang menerima keluhan dan curhatan dari warga yang meminta fatwa, kebetulan waktu itu tentang masalah Thalaq, ada suami Istri dan juga dibarengi putranya menyatakan bahwa suami telah mengucapkan lafadz thalaq karena pertengkaran sehingga terucapkanlah Lafadz Tersebut,” terangnya.
Ia menceritakan, lafadz yang terlontar dari si suami adalah انت طالئ، Anti Tholi’un, menggunakan lafadz amiyah atau bahasa arab yang tidak fasih, setelah Mufti mengorek berita yang intinya itu adalah Thalaq Kinayah dan tidak disertai niat, maka hukum Thalaqnya adalah Tidak sah dan itu tercatat dalam layar laptop Mufti yang disaksikan Zaeni dan teman-temannya.
“Yang menarik adalah beliau menjelaskan pada si suami untuk beristighfar kepada Allah, dan segera mengucapkan lafadz Ruju’ pada istrinya, saya penasaran dan bertanya pada beliau, kenapa diminta untuk Ruju’, padahal Thalaqnya tidak dak Jadi, beliau dengan tersenyum menjelaskan memang benar Itu adalah Thalaq Kinayah yang tidak sah, Namun sengaja saya suruh mereka untuk Ruju’ agar orang-orang awam tidak menyepelekan syariat dan tidak main-main dengan lafadz Thalaq,” pungkasnya.
Dan masih banyak beberapa pengalaman baru yang tidak bisa ia ceritakan semuanya, ia dan teman-temannya akhirnya dinyatakan lulus dan mendapatkan banyak pujian dari para mufti Mesir.