Fenomena Dai dan Penjual Es Teh: Perspektif Agama tentang Konten yang Menjatuhkan

Akhir-akhir ini, media sosial ramai dengan peristiwa yang melibatkan seorang dai yang melontarkan ucapan tak pantas kepada seorang penjual es teh keliling. Kejadian ini menjadi perhatian karena reaksi orang di samping dai tersebut yang menertawakan hal itu, seolah mendukung apa yang terjadi.

Tak lama kemudian, sang dai memberikan klarifikasi melalui video dan datang langsung ke kediaman penjual es teh dan menyampaikan permohonan maafnya secara langsung kepada penjual es dan bahkan memberikan umroh gratis kepada penjual es teh dan keluraganya.

Namun, peristiwa ini ternyata berbuntut panjang. Video-video lama sang dai yang berisi ucapan-ucapan serupa mulai bermunculan di media sosial, dengan narasi yang menyudutkan.

Kalau mau adil, sebenarnya peristiwa ini sudah selesai, namun efek yang ditimbulkannya masih panjang, entah siapa dan dengan tujuan apa video-video lawas si dai mulai diposting di media sosial yang akhirnya si dai juga menyatakan memundurkan diri dari jabatannya sebagai utusan khusus presiden.

Fenomena ini memunculkan pertanyaan: Apa yang melatarbelakangi kemunculan video tersebut, dan bagaimana pandangan agama terhadap perilaku seperti ini?

Sebenarnya, Islam menekankan pentingnya menjaga kehormatan dan martabat sesama manusia. Allah berfirman dalam Surah Al-Hujurat ayat 11:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰ أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِّن نِّسَاءٍ عَسَىٰ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَـٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain, karena boleh jadi perempuan-perempuan (yang diperolok-olok) lebih baik dari perempuan-perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk setelah iman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hujurat: 11)

Ayat ini secara tegas melarang perilaku mencela, merendahkan, atau menyebut kekurangan orang lain. Hal ini juga berlaku dalam konteks dunia maya, di mana seseorang dengan sengaja membuat narasi untuk menjatuhkan pihak lain.

Bukan berarti tulisan ini mendukung apa yang dilakukan si dai, tentu hal itu tidak seyogyanya terlontar dari seseorang yang dianggap sebagai tokoh agama. Namun, jangan sampai kita yang menyaksikan peristiwa ini ikut mengolok-olok si dai dengan berkomentar atau membuat dan menyebarkan video dengan narasi menjatuhkan dan menjelekkannya, jika itu terjadi tentu kita juga termasuk orang orang yang dianggap berperangai jelek seperti dalam ayat diatas.

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini mengajarkan kepada kita untuk menjaga lisan dan tulisan, termasuk dalam bermedia sosial. Membuat konten yang bertujuan menjatuhkan orang lain bertentangan dengan prinsip ini.

Dari perspektif agama, peristiwa ini mengingatkan kita untuk tetap berhati-hati dalam berkata dan bertindak, dai sebagai figur publik memiliki tanggung jawab lebih besar untuk menjaga akhlak dan ucapan, karena masyarakat mencontoh perilaku mereka.

Selain itu, efek media sosial sangat riskan menjebak kita untuk turut menjadi pemfitnah dan pengadu domba. Membongkar aib atau kekurangan orang lain dengan sengaja adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam. Dalam Surah An-Nur ayat 19, Allah berfirman:

إِنَّ ٱلَّذِينَ يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ ٱلْفَـٰحِشَةُ فِى ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةِ ۚ

“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan akhirat.” (QS. An-Nur: 19)

Oleh karena itu, meningkatkan kesadaran akan etika bermedia sosial sangatlah penting sebagai pengguna media sosial, kita juga perlu bijak dalam merespon suatu peristiwa agar tidak turut menyebarkan fitnah, kebencian dan kejelekan orang lain.

Maka, peristiwa ini menjadi pelajaran penting untuk menjaga ucapan, baik secara langsung maupun dalam dunia maya. Dalam Islam, menjaga kehormatan orang lain adalah kewajiban, dan menghindari membuat konten yang menyudutkan atau menjatuhkan adalah bagian dari akhlak mulia yang harus dijunjung tinggi. Wallahu a’lam bishawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *